MISTERI KIPAS MERAH
Oleh Pradika Bestari
Kibasan
angin lagi-lagi meniup rambut Eva. Bersamaan dengan itu, wangi samar bunga lili
menerpanya. Bulu kuduk Eva langsung berdiri. Ia melihat ke sekelilingnya. Ruang
ganti di tempat latihan menari itu dipenuhi anak-anak yang sedang ganti baju.
Namun sepertinya tidak ada yang merasakan kibasan angin itu. Tidak ada pula
yang mencium bau wangi lili.
“Eva,
kok malaj bengong ?” Putri menyapa Eva sambil menepuk pundaknya dengan ramah.
“Sebentar lagi masuk nih. Pakaianmu masih berantakan. Bagaimana sih penari
utama kami ini ?” Putri membetulkan letak kain yang dipakai Eva.
Eva
meringis, perutnya terasa melilit karena perasaan bersalah.
Kemarin
adalah audisi untuk pertunjukan sekolah tari mereka di gedung kesenian. Pertunjukan
itu bukan sekadar uji pentas tahunan, melainkan betul-betul pertunjukan yang
dibuka untuk umum dengan harga tiket mahal. Yang ikut pertunjukan itu juga
harus melaluui audisi. Eva ingin sekali terpilih menjadi penari utama untuk
Tari Pakarena, tarian khas Sulawesi yang menggunakan kipas. Guru mereka Miss
Deasy, sudah lama mengajarkan tarian itu. Eva cukup bagus menarikan tarian itu,
tetapi masalahnya, tarian Putri juga bagus. Bahkan kadang tarian Putri jauh
lebih bagus.
“Ini berkas kipas almarhumah mamaku,” kata putri
sambil mengibaskan kipas merahya, menyebarkan wangi bunga lili, khas parfum
mamanya. Semasa hidup mama Putri memang seorang penari terkenal. “Aku membayangkan arwah mamaku ikut menari
bersamaku. Rasanya aku takkan bisa menari jika tidak memakai kipas mamaku ini,”
sambung Putri lagi dengan mata menerawang.
Ucapan Putri itulah yang memberi Eva ide. Ia mengambil
kipas mama Putri dan menyembunyikannya tepat menjelang giliran Putri menari
saat audisi. Putri kalang kabut. Akhirnya ia memakai kipas lain. Eva tidak tahu
apa yang terjadi di dalam ruang audisi, tetapi yang jelas, Eva yang mendaptkan
tempat sebagai penari utama. Putri akan menari di deretan belakang.
Setelah itu, Eva menaruh kipas Putri di bawah bangku
ruang ganti. Putri memungutnya tanpa merasa curiga sama sekali. Dan, biarpun
tampak sedikit kecewa tak mendapatkan tempat sebagai penari utama, Putri
bersikap biasa. Semua baik-baik saja. Seharusnya ! Masalahnya, sejak saat itu,
Eva berulang kali merasa dirinya seperti dikipasi dan selelu ada aroma bunga
lili khas parfum almarhumah mama Putri. Jangan-jangan, arwah mama Putri tahu
perbuatan curangnya dan kini menghantuinya !
Eva merinding lagi, ruang ganti kini kosong, tinggal
Eva seorang diri yang masih membenahi kain latihannya. Eva cepat-cepat
menyelesaikan ikatan kainnya, mematut dirinya dirinya di kaca sebentar,
memastikan rambutnya rapi, lalu memungut semua barang dan membuka pintu
lokernya.
DEG ! Tepat di dalam lokernya tergeletak sebuah kipas
merah. Ada inisial RP di bagian tulang kipas, RP. Raisa Putri. Itu nama
almarhumah mama Putri ! Bagaimana kipas itu bisa berada di sana ? Tak terasa
Eva melangkah mundur, menjauhi loker. BRAK ! Pintu ruang ganti menutup di
belakang Eva. Eva menjatuhkan barang-barangnya dan berlari ke pintu, berusaha
membukanya, tetapi tidak bisa. Bet! Bet! Bet! Eva merasakan kipasan itu muncul
lagi. Aroma lili juga menguat.
“Hwaaaaaaaaa! Toloooooong!” pekik Eva tak tahan lagi.
Suara pekikannya terdengar sampai ke ruang latihan. Tak berapa lama, Putri,
Miss Deasy, dan teman-teman lainnya muncul. Putri segera mendekap Eva, tetapi
Eva menolak dan segera mendekati Miss Deasy.
“Ma…. Maaf, seharusnya Putri yang jadi penari utama,
Miss. Aku curang, aku mengambil kipas mamanya menjelang audisi, bikin Putri
enggak konsentrasi,” Eva mengaku. “Maaf ya, Putri,” kini Eva beralih ke Putri.
Putri tampak kaget, tetapi lalu tersenyum.
“Waah, pantas saat kipasku hilang, kamu juga
menghilang! Tapi enggak apa-apa kok. Anggap saja sekarang aku jadi tahu
kelemahanku. Mama bilang, penari bagus itu enggak akan hilang konsentrasi
meskipun gedung pertunjukannya runtuh. Selama tariannya belum selelsai, dia
harus menyatu dengan tariannya. Aku belum mulai saja sudah enggak konsentrasi.
Itu tandanya aku belum jadi penari bagus,” kata Putri.
Miss Deasy menepukkan tangannya. “Sudah, kita bereskan
ini nanti di ruang guru. Sekarang kita mulai latihan, sudah 15 menit kelas
berjalan, kita masih saja di ruang ganti, sayang waktunya.” Miss Deasy berjalan
kembali ke ruang latihan, diikuti semua muridnya.
Usai latihan, Eva meneritakan semuanya di ruang ganti.
“Kurasa mamamu betul-betul melindungimu,” kata Eva di akhir ceritanya. Tetapi,
terdengar tawa dari belakang mereka. Ternyata Nabila!
“Itu aku yang melakukannya. Aku melihatmu
menyembunyikan kipas Putri. Menurutku kamu curang, tapi aku ingin kamu mengaku
sendiri. Jadi, aku menestan parfum bunga lili seperti parfum mama Putri ke
kipasku. Lalu, beberapa kali, diam-diam mengibaskannya di sekitarmu. Aku juga
yang menaruh kipas merah berukirkan RP di dalam lokermu. Tetapi itu bukan kipas
mama Putri yang sebenarnya. Tapi, maaf ya, aku enggak bermaksud membuatmu
setakut itu. Pekikanmu tadi keras sekali!” cerita Nabila panjang lebar.
Eva dan Nabila lalu tertawa. Putri awalnya ikut
tertawa, tetapi lalu dia tercenung. “Eva bilang, tadi pintu kamar ganti menutup
sendiri. Siapa yang menutupnya? Tidak mungkin Nabila. Semua sudah pada saat
itu,” kata Putri dalam hatinya. Apakah mungkin mamanya memang ….. Samar-samar
rambut Putri melayang terbelai kibasan angin yang membawa wangi lili …..
Oh iya, jika kau ingin tahu, Miss Deasy membuat audisi
sekali lagi. Hasilnya? Itu RAHASIA!
---++---
Komentar
Posting Komentar