Bagi teman-teman yang sedang mencari cerpen sudut pandang orang ke tiga dan temanya misteri, ini Ami bagiin cerpennya yang dikarang oleh Pradika Bestari.
MISTERI HANTU PERPUSTAKAAN
Oleh Pradika Bestari
Maantje,
maantje sta je daar stil op wacht
Genta menarik napas, lalu
dengan cepat memutar pintu perpustakaan Kek Beno. Genta terbelalak. Ruangan itu
gelap gulita, padahal tadi ada sinar berkelap-kelip dan kelebatan putih tampak
dari jendela.
“ Anak-anak kampong itu pasti sembunyi !” gumam
Gentasambil menekan saklar lampu. Perpustakaan jadi terang dan jelas terlihat
bahwa tak ada siapapun di dalam
ruangan itu.
Sta je daar
stil op wacht ….
Nyanyian yang merdu, lirih, tetapi menyayat itu,
perlahan menghilang. Genta menelan ludah. Cahaya kerlap-kerlip, kelebatan
putih-putih, dan suara nyayian dalam bahasa Belanda ? Genta merinding. Ia
teringat cerita Iko, si anak kampong. Ia melarang Genta membongkar perpustakaan
Kek Beno. Kalau dibongkar, hantu Anje akan marah.
Menurut
cerita Iko, Anje adalah hantu anak Belanda bergaun putih yang mengelilingi
perpustakaan sambil membawa lilin dan menyanyikan lagu berbahasa Belanda. Ia
suka menunggu ayahnya pulang di perpustakaan. Tetapi suatu malam, ayahnya tidak
pulang dan rumahnya malah diserang tentara Jepang. Sampai sekarang, hantu Anje
masih menunggu ayahnya di perpustakaan sambil bernyanyi.
Waktu itu, Genta
marh karena tak suka ditakut-takuti. Tadi, ia juga marah ketika terbangun
karena bunyi ketukan di jendela dan melihat kerlap-kerlip cahaya di
perpustakaan. Genta yakin, Iko dan teman-temannya sengaja menakut-nakutinya
supaya ia tak membongkar perpustakaan Kek Beno.
Perpustakaan Kek
Beno menempati bangunan pavilion di dalam halaman luas rumah almarhum Kek Beno,
kakek jauh Genta. Genta tidak pernah mengenalnya. Ayah dan Bunda Genta saja
kaget, saat mendapat kabar bahwa rumah Kek Beno diwariskan kepada mereka.
Ternyata, kerabat dekat Kek Beno yang lain, sudah meninggal.
Genta senang
sekali saat melihat pavilion perpustakaan itu. Orang tuanya sudah sejutu
merombak pavilion itu menjadi kamar main Genta. Genta seperti punya rumah
sendiri ! Akan tetapi masalahnya, penduduk kampong di sekitar rumah Kek Beno
meminta agar perpustakaan itu tidak dirombak. Selama ini, Kek Beno membebaskan
anak-anak kampong dating dan membaca buku di perpustakaan itu. Penduduk kampong
sempat mengajukan niat untuk membeli pavilion itu, tetapi uang mereka tidak
cukup. Genta kesal mendengar niat mereka. Ia bisa gagal mendapatkan kamar main.
Genta juga kesal melihat anak-anak kampong yang sering berbisik-bisik jika ia
lewat. Malah ada yang terang-terangan menunjuknya.
Genta
menggertakan gerahamnya, pintu perpustakaan tadi terkunci. Anak-anak kampong
itu pasti masih bersembunyi di dalam perpustakaan.
“Ayo keluar saja
kalian ! Aku tidak takut pada hantu-hantuan kalian !” seru Genta lantang sambil
memeriksa setiap sudut perpustakaan.
Hening. Tak ada
yang menjawa, dan Genta tak menemukan siapa-siapa. Genta muai sangat takut,
tapi dicobanya untuk berpikir jernih. Saat itu, matanya menemukan jejak aneh di
depan rak di sudut ruangan. Jejak itu berbentuk setengah lingkaran. Mirip
dengan jejak yang ditimbulkan pintu seret di rumahnya yang dulu.
Genta tersentak
! betul itu jejak pintu. Genta mengamati rak di depannya kalau melihat bentuk
dan ukuran jejaknya, rak itulah yang menjadi pintu. Genta memeriksa rak itu, ia
menemukan satu bagian rak lebih bersih daripada rak lainnya. Rak itu tidak
berlapis debu. Tanda sering dipegang. Buku-bukunya juga lenih bersih. Genta
menarik bukuu-buku itu dan ian menemuka tombol merah ! Begitu ditekan, rak
dihadapan Genta membuka seperti pintu, menampakkan lorong. Genta tersenyum,
anak-anak kampong itu pasti masuk dari lorong itu. Mereka tidak perlu kunci.
Genta masuk ke
dalam lorong pendek berujung semak. Genta menyibakkan semak itu. Ia sampai di
tanah lapang di belakang rumah Kek Beno. Betul saja, Iko dan teman-teman
kampong lainnya ada di situ. Mereka memandangnya dengan wajah pucat.
“Nah ketahuan
kalian, ya ! Kalian pikir aku semudah itu tertipu !” seru Genta menggaruk
pipinya yang mendadak gatal.
“Jangan digaruk
!” sergah Iko. “Di, cepat petik daun sirih !” anak yang dipanggil Adi segera
beranjak. Genta kebingungan, ia merasa gatal dan panas di sekujur tubuhnya. Ia
menggaruk-garuk sambil kesakitan.
“Jangan ! Kamu
kena ulat bulu. Semak di ujung lorong itu banyak ulat bulunya. Kamu harusnya
pakai selimut kalau mau lewat situ ! Ah, ini dia daun sirihnya,” Iko cepat
melumatkan daun sirih dan menempelkannya ke tangan Genta yang mulai memerah dan
bengkak. Rasanya jadi jauh lebih baik. Iko, Adi, dan anak kampong lainnya
merawat Genta dengan cermat.
“Maaf, kami
tidak menyangka kamu bisa mengejar kami sampai ke sini,” Iko membuka percakapan.
“Hebat juga kamu, tidak takut pada hantu Anje karanganku, dan cepat sekali
memecahkan misteri rak buku,” pujinya.
“Kalian juga
hebat, tahu saja resep buat mengobati ulat bulu,” balas Genta sambil tersenyum.
“Kami membacanya
dari buku Kek Beno,” ucap Iko pendek. “Kami jadi tahu banyak hal lewat buku,”
tambah Adi.
Genta terdiam.
“Dengar, aku sebetulnya menderita disleksia.
Aku sulit untuk membaca. Bagiku, huruf-huruf itu seperti symbol-simbol aneh.
Itu sebabnya kau tidak suka buku,” ujar Genta pelan. “Tapi, aku suka berteman.
Maukah kalian berteman denganku ?”
Iko, Adi, dan
yang lainnya tersenyum ramah. Akhirnya, mereka punya jalan keluar hebat. Ruang
pavilion dibagi menjadi dua, satu bagian untuk kamar main Genta dan bagian yang ada lorong rahasianya, tetap
menjadi perpustakaan. Buku perpustakaan yang tergusur kamar Genta, dibagi-bagikan kepada Iko dan yang lainnya.
Kini Genta, Iko dan anak kampung lainnya bersahabat !
Kini semua senang, termasuk …. Kek Beno yang tersenyum memandang mereka
dari celah-celah rak buku dan Genta tidak pernah tahu kalau bunyi ketukan yang membangunkannya malam itu
bukan perbuatan Iko dan kawan-kawan ….
Bobo
----++----
Komentar
Posting Komentar